(PNS Pemkab. Balangan, Direktur STKOM SAPTA COMPUTER)

Rabu, 21 Juli 2010

Macam-macam Metode Pembelajaran

erything Else > Education & Learning (Macam-macam Metode Pembelajaran)

Berikut ini adalah macam-macam metode pembelajaran, semoga isinya bermanfaat.

1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi…..

Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif - nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).

3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)

Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).

Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).

4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)

Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)

Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dap[at berpikir optimal.

Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri

6. Problem Solving

Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.

7. Problem Posing

Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

8. Problem Terbuka (OE, Open Ended)

Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola piker, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.

Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).

Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat reson siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.

9. Probing-prompting

Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan engalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi

10. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)

Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

11. Reciprocal Learning

Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.

Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul, membaca-merangkum.

12. SAVI

Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

13. TGT (Teams Games Tournament)

Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.

Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:

a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan

b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesewpakatan kelompok.

c. Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.

Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.

e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.

14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)

Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.

15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)

Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.

16. TAI (Team Assisted Individualy)

Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab vbelajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.

Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.

17. STAD (Student Teams Achievement Division)

STAD adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.

18. NHT (Numbered Head Together)

NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.

19. Jigsaw

Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

20. TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

21. GI (Group Investigation)

Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

22. MEA (Means-Ends Analysis)

Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi

23. CPS (Creative Problem Solving)

Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.

24. TTW (Think Talk Write)

Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil presentasi. Sinatknya adalah: informasi, kelompok (membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.

25. TS-TS (Two Stay – Two Stray)

Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.

26. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)

Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

27. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)

Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh

28. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)

SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang relevan.

29. MID (Meaningful Instructionnal Design)

Model ini adalah pembnelajaran yang mengutyamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep

30. KUASAI

Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.

31. CRI (Certainly of Response Index)

CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dn 5 untuk certain.

32. DLPS (Double Loop Problem Solving)

DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya masalah tersebut.

Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal, mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi, mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama, menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.

33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)

DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan, penerapan, dan penutup.

34. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)

Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi.

35. IOC (Inside Outside Circle)

IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Sintaksnya adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya

36. Tari Bambu

Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur. Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan pengalaman dan pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di depoan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa opertama, siswa yang berhadapan berbagi pengalkaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satui jajaran pindah ke ujunug lainnya pada jajarannya, dan kembali berbagai informasi.

37. Artikulasi

Artikulasi adlah mode pembelajaran dengan sintaks: penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.

38. Debate

Debat adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya biola perlu.

39. Role Playing

Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.

40. Talking Stick

Suintak p[embelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

Rabu, 26 Mei 2010

http://www.bisnis-tiket-pesawat.com/?id=slametnospd


dapatkan bisnis riil (bukan tipu-tipuan) dengan pendapatan menakjukkan dengan klik http://www.bisnis-tiket-pesawat.com/?id=slametnospd

Booking Garuda


untuk mendapatkan tiket pesawat garuda dengan harga murah silahkan klik http://www.bisnis-tiket-pesawat.com/?id=slametnospd

Selasa, 25 Mei 2010

Peningkatan Pemahaman Tentang Materi Penjumlahan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching And Learning Siswa Kelas I SD Negeri Kasai

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kualitas kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan (Nurhadi dan Senduk, 2003). Pendidikan yang diselenggarakan harus mampu mencetak sumber daya manusia yang lebih siap untuk terjun dan berperan aktif dalam kehidupan nyata. konkretnya pendidikan itu harus mampu menyiapkan tenaga-tenaga terampil yang mampu melayani dirinya sendiri dan orang lain serta dapat mengisi dan berperan aktif di bcrbagai sendi kehidupan secara kompetitif.
Setiap sistem pendidikan yang diselenggarakan tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Apalagi bila dikaitkan dengan kehidupan nyata yang terus berubah. Sistem pendidikan harus adaptif agar dapat menjawab dan mengantisipasi berbagai tantangan perubahan zaman. Gambaran tentang kondisi pendidikan yang telah diselenggarakan selama ini dapat diketahui sebagaimana dikemukakan Depdiknas dalam Nurhadi dan Senduk (2003: 3) bahwa:
“Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/ dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mercka sangat butuh untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dinama mereka akan hidup dan bekerja”.
Sejauh ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pcngetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar `baru' yang lebih mempcrdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Melalui landasan filosofi konstruktivisme, Contextual Teaching And Learning (CTL) dipromosikan menjadi alternative belajar yang baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkan belajar melalui mengalami, bukan menghapal (Depdiknas. 2002: 2).
Kondisi konkret di tempat penelitian (SD Negeri Kasai), menunjukkan bahwa keinginan guru agar hasil belajar meningkat ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi, sebab kenyataannya dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa hasil belajar Matematika yang diperoleh siswa masih rendah. Siswa kelas I SDN Kasai selama ini kurang aktif dalam proses pembelajaran, sebagian besar siswa tidak memahami materi yang disampaikan oleh guru. Kondisi tersebut menyebabkan guru Matematika prihatin karena tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan belum tercapai.
Untuk meningkatkan hasil belajar penjumlahan dapat ditempuh dengan memberikan contoh media yang sesuai dengan penjumlahan dan kontek penjumlahan. Pendekatan yang sesuai adalah CTL.

Dari kondisi pendidikan di Indonesia khususnya dan pandangan-pandangan beberapa ahli di atas, serta kondisi konkret pada SD Negeri Kasai yang prestasi belajarnya pada tahun sebelumnya tidak menunjukkan peningkatan yang optimal, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Peningkatan Pemahaman Tentang Materi Penjumlahan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching And Learning Siswa Kelas I SD Negeri Kasai Balangan Tahun Ajaran 2009/2010”
1.2 Rumusan Masalah
permasalahan yang akan diteliti adalah:
1. Bagaimanakah pendekatan CTL dapat meningkatkan Pemahaman siswa kelas I SD Negeri Kasai pada Materi Penjumlahan bilangan Sampai dengan 20 dengan menggunakan pendekatan CTL?
2. Bagaimanakah respon siswa kelas I setelah mendapatkan pembelajaran Materi Penjumlahan bilangan Sampai dengan 20 menggunakan pendekatan CTL?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah:
1. Meningkatan pemahaman siswa pada Materi Penjumlahan Sampai dengan 20 menggunakan pendekatan CTL pada SD Negeri Kasai.
2. Meningkatkan respon/sikap siswa Kelas I dan guru Matematika SDN Kasai tentang Penjumlahan Sampai dengan 20 dengan menggunakan pendekatan CTL.

1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1) Bagi siswa, yaitu dapat meningkatkan pemahamannya, khususnya terhadap materi Penjumlahan Sampai dengan 20.
2) Bagi sekolah, sebagai bahan referensi sehingga dapat dipelajari oleh guru-guru maupun pihak lain dikemudian hari.
3) Bagi guru, yaitu sebagai bahan informasi dan bahan kajian untuk dapat meningkatkan kemampuan mengajar.
4) Bagi peneliti, merupakan pengalaman berharga dalam pengembangan keilmuan untuk selanjutnya dapat digunakan dalam pembelajaran apabila terjun langsung sebagai pendidik
1.5 Definisi Istilah
(a) Pemahaman siswa kelas I SD Negeri Kasai ditunjukkan dengan hasil belajar pada materi Penjumlahan
(b) Materi penjumlahan di kelas I adalah Penjumlahan Sampai dengan 20











BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Belajar dan Mengajar
Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Purwanto (1998: 84) mengemukakan adanya beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar, yaitu:
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu bisa mengarah pada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.
c. untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.
Mengajar merupakan proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. banyak kegiatan maupun tindakan harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada seluruh siswa


Biggs (1991), membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu :
a. Pengertian Kuantitatif dimana mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
b. Pengertian institusional yaitu mengajar berarti . the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat , kemampuan dan kebutuhannya.
c. Pengertian kualitatif dimana mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri.
Menurut Slameto (1995: 29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Adapun defenisi lain di negara-negara modern yang sudah maju mengatakan bahwa mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Defenisi ini menunjukkan bahwa yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada siswa.



Mengajar didefinisikan oleh Sudjana (2000: 37) sebagai alat yang direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin.
2.2 Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching And Learning )
Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Depdiknas, 2002:1).
Dewey dalam Ibrahim (2000: 16) menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan yang mana sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan nyata. pada bagian lain dikemukakan bahwa pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses beiajar agar kelas lebih `hidup' dan lebih 'bernakna' karena siswa `mengalami' sendiri apa yang dipelajarinya (Nurhadi dan Senduk, 2003: 5).
Ada beberapa definisi tentang pembelajaran kontekstual, di antaranya menurut .johnson dalam Nurhadi dan Senduk (2003: 12) bahwa sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.
TEACHNET (Nurhadi dan Senduk, 2003: 2) mengemukakan pernyataan penting tentang CTL bahwa pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pela.jaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Pembelajaran kontekstual (Contextual Learning) berlangsung bilamana para siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan mengacu kepada permasalahan rill yang bersangkut paut dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa maupun pekerja (Corebima, dkk, 2002 : 18).
Contextual Teaching And Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.


2.3 Penerapan CTL dalam pembelajaran
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
Menurut Nurhadi dan Senduk (2003: 31) ada tujuh komponen utama , Pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme (Constructioism), bertanya (Questioning), Menentukan (inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi(Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika ketujuh komponcn tersebut dalam pembelajarannya. Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
a. Konstruktivisme (constructioism)
Konstruktivisme (constructioism) merupakan landasan berpikir (filosofi) mempelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun manusia
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas rnelalui konteks yang tcrbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi Pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
b. Menentukan (inquiry)
Inquiry pada dasarnya adalah suatu ide yang kompleks, yang berarti banyak hal, ,dalam banyak banyak konteks (a complex idea that means many things to many people in many contexts). lnkuiri adalah bertanya. Bertanya yang baik, bukan asal bertanya. pertanyaan harus berhubungan dengan apa yang dibicarakan. pertanyaan yang diajukan harus dapat dijawab sebagian atau keseluruhannya. pertanyaan harus dapat diuji dan diselidiki secara bermakna.
c. bertanya (questioning)
bertanya (questioning) adalah induk dari strategi pembelajaran kontekstual, dari pengetahuan. jantung dari pengetahuan, dan aspek penting dari pembelajaran. Orang bertanya karena ingin tahu, menguji, mengkonfrmasi, mengarahkan/menggiring, mengaktifkan skemata, men-judge, mengklasikasi, memfokuskan, dan menghindari kesalahpahaman.
d. Masyarakat Belajar (Learning community)
Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, antara mereka tahu ke mereka yang belum tahu.
e. Permodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang, bisa ditiru pemodelan pada dasarnya pembahasan yang dipikirkan, rnendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Dengan kata lain, model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu,cara mengerjakan sesuatu dan sebagainya. Dengan begitu, guru rnemberi model tentang "bagaimana cara belajar''.
f. Refleksi ( Reflection)
Refleksi juga bagian pcnting dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yanr baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
g. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka asesmen tidak hanya dilakukan di akhir periode (semester) pembelajaran seperti pada kcgiatan evaluasi hasil

belajar (seperti UAN), tetapi dilakukan bersama dan secara terintegrasi (tidak terpisah) dari kegiatan pembelajaran.
Nur dalam Ibrahim (2002: 6) mengemukakan bahwa asesmen autentik memiliki ciri sebagai berikut: -
a. Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
b. Mempersyaratkan penerapan pengetahuan dan keterampilan
c. Penilaian terhadap produk dan kinerja
d. Tugas -tugas kontekstual dan relevan
e. Proses dan produk, dua-duanya dapat diukur.
Menurut Sanjaya (2005:124-125) Untuk mencapai kompetensi yang sama dengan menggunakan C T L guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini:
a. Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta man¬faat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
2) Guru nienjelaskan prosedur pembelajaran CTL:
• Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa;
• Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi.
3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerja¬kan oleh setiap siswa.
b. Inti
Dilapangan
1) siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di lapangan sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
Di dalam Kelas
1) Siswa mendiskusikan hasil diskusi mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
2) Siswa melaporkan hasil diskusi.
3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
c. Penutup
1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah yangdibahas sesuai dengan indikakor hasil belajar yang harus dicapai.
2.4 Materi Penjumlahan bilangan sampai dengan 20
1. Penjumlahan sampai dengan 10
a. Penjumlahan dua bilangan satu angka













b. Penjumlahan dengan cara
perhatikan contoh berikut

Ari punya bola bekel empat butir
ia membeli lagi satu butir
berapa bola bekel ari sekarang
jawab
4 bola bekel 4
1 bola bekel + atau 1
5 bola bekel 5
bola bekel ari sekarang 5 butir

Rima memiliki enam buah permen
diberi bibi dua permen
berapa permen rima sekarang jawab
6 permen 6
2 permen + atau 2 +
8 permen 8
permen rima sekarang ada 8 butir

2. Penjumlahan dengan hasil 20
a. penjumlahan dua angka dengan satu angka




10 + 1 = 11




………….. + …. = …………………..





……… + ……. = …………………..

b. Penjumlahan dengan cara bersusun
amati contoh berikut ini:


(Djaelani, Haryono, 2008 : 46-57)
Pendekatan Contextual Teaching And Learning dapat dilakukan dengan membuat soal yang dihubungkan dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, dan yang ada disekelilingnya. (bandono,2008)
2.5 Evaluasi ( Tagihan)
Untuk mengevaluasi hasil belaar diperlukan tagihan kepada siswa untuk mengetahui pengusaan materi yang telah dilakukan.
Jenis tagihan yang dapat dilakukan adalah:
2.5.1 Ulangan harian
ulangan harian umumnya diberukan setelah selesainya satu materi pembelajaran tertentu. soal yang diberikan sebaiknya bentuk uraian objektif untuk mengukur pengetahuan, pemahaman dan kemampuan berpikir aplikatif.
2.5.2. Tugas Kelompok
Tugas kelompok dimaksudkan sebagai latihan bagi siswa dalam mengembangkan kompetensi kerja kelompok. tugas biasanya berbentuk soal uraian tingkat berpikir aplikatif.
2.5.3. Kuis
Kuis merupakan tes yang embutuhkan waktu singkat. pertanyaan hanya merupakan hal yang prinsip saja dan bentuk jawaban merupakan isi yang singkat., Kuis biasanya dilakukan sebelum pelajaran dimulai untuk mengetahui pengusaan pelajaran yang lalu secara singkat atau setelah akhir sajian.
2.5.4. Ulangan blok
Ulangan blok dilakukan setelah siswa mengusai 1-3 kompetensi dasar. Kompetensi yang diujikan disusn berdasarkan kisi-kisi soal. soal dapat berbentuk uraian objektif atau campuran pelihan ganda dan uraian objektif. soal ini menuntut tingkat berfikir yang berkaitan dengan aspek pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.
2.5.5. Pertanyaan Lisan
Pertanyaan yang diberikan berupa pengetahuan atau pemahaman tentang konsep. Teknik bertanya dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada seluruh kelas, dan siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan jawaban dan secara acak menunjuk salah satu siswa untuk memjawab.Jawaban salah satu siswa dilemparkan kepada siswa lain untuk memberikan pendapatnya tentang jawaban siswa pertama. Pada akhirnya kegiatan test ini guru memberikan kesimpulan akan jawaban yang benar.
2.5.6. Tugas Individu
Tugas ini dimaksudkan sebagai latihan bagi siswa untuk mengembangkan wawasan dan kompetensi berfikir. tugas biasanya berbentuk soal uraian objektif dengan tingkat berfikir aplikatif. Tugas ini dapat berupa portofolio.





BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini memerlukan waktu dua bulan, dan tempat penelitian ditetapkan di SD Negeri Kasai Kecamatan Batumandi Kabupaten Balangan.
3.2 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Guru dan siswa kelas I SD Negeri Kasai Pada kelas ini diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL).
3.3 Prosedur Penelitian
a. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas, yaitu suatu pendekatan untuk meningkatkan pendidikan dengan melakukan perubahan kea rah perbaikan terhadap hasil pendidikan dan pembelajaran. (Suhardjono, 2006 : 105).
b. Rancangan Penelitian
Pada dasarnya desain penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). dengan demikian prosedur langkah-langkah pelaksanaan penelitian ini mengikuti langkah-langkah dasar penelitian tindakan yang umum dilakukan. Dalam PTK ini peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian terhadap problem secara sistematis. Hasil kajian ini kemudian dijadikan dasar untuk mengatasi masalah tersebut (Wibawa, 2003: 9).
Menurut Lewin yang dikutip Kemmis dan Mc Taggar dalam Wasis, dkk (2002 :4) bahwa Penelitian Tindakan Kelas memiliki empat tahap dasar yang saling terkait dan berkesinambungan, yaitu Planning (Rencana), Action (Tindakan), observation (Pengamatan), dan Reflection (Refleksi).
Penelitian ini dirancang dalam 2 siklus:
a. Siklus I
1) Perencanaan tindakan (Planning)
Sebelum dilaksanakan penelitian, perlu dilakukan berbagai persiapan sehingga semua kornponen yang direncanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah persiapan yang perlu ditempuh adalah:
a) Membuat rencana atau skenario pembelajaran yang berisi langkah-langkah yang dilakukan guru dan bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa.
b) Mempersiapkan sarana pendukung kegiatan belajar mengajar, seperti gambar¬gambar dan alai peraga.
c) Membuat lembar obseryasi untuk merekam pelaksanaan tindakan.
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam dua siklus dengan masing-masing siklus 1 kali pertemuan dengan desain seperti berikut :













( Suhardjono, 2008 : 74)
2) Pelaksanaan tindakan (Action)
Tahap ini merupakan implementasi atau pelaksanaan dari semua rencana yang telah dibuat.tahap ini berlangsung di dalam kelas, merupakan realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang sudah dipersiapkan sebelumnya (Wibawa :2003: 28).
Pelaksanaan PTK dimulai dengan siklus pertama yang terdiri dari empat kegiatan. Apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang dilaksanakan pada siklus pertama tersebut, guru (bersama peneliti, apabila PTK-nya tidak dilakukan sendiri oleh guru) menentukan rancangan untuk siklus kedua.
3) Pengamatan tindakan (Observation)
Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil instruksional yang dikumpulkan dengan lembar observasi.

4) Refleksi terhadap tindakan (Reflection)
Tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat pada saat dilakukan pengamatan (observasi). Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis (Wibawa, 2003: 29).
Dengan suatu refleksi yang tepat akan menjadi dasar yang penting untuk perbaikan perencanaan atau skenario tindakan selanjutnya. Demikian seterusnya, sehingga keempat tahapan. PTK ini membentuk siklus berkesinambungan.
b. Siklus II
Kegiatan pada siklus kedua dapat berupa kegiatan yang sama dengan kegiatan sebelumnya apabila ditujukan untuk mengulangi kesuksesan atau untuk meyakinkan/menguatkan hasil. Akan tetapi, umumnya kegiatan yang dilakukan pada siklus kedua mempunyai berbagai tambahan perbaikan dari tindakan terdahulu yang tentu saja ditujukan untuk memperbaiki berbagai hambatan atau kesulitan yang ditemukan dalam siklus pertama. ( Suhardjono, 2008 : 74-75)
3.4 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi:
1) Observasi : Teknik ini digunakan untuk memperoleh data mengenai aktivitas belajar siswa dan gejala-gelaja yang mungkin muncul pada tingkah laku siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Observasi dilakukan dengan mcnggunakan instrumen pengamatan berupa lembar observasi yang terdiri atas lembar observasi terstruktur dan lembar observasi sistematis (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999; 8l )
2) Tes : Dalam hal ini peneliti berkolaborasi dengan observer, hasil pengamatan berdasarkan format observer untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapai siswa sebeium dan sesudah mengikuti pembelajaran serta data untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan tindakan sekaligus mengukur tingkat pemahaman siswa pada konsep yang dipelajari, tes yang digunakan berupa tes formatif.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1) Analisis kualitatif
Teknik analisis ini disesuaikan dengan ketercapaian indikator dalam CTL dengan skala 1 -4, untuk menganalisis hasil observasi keaktifan siswa dan gejala-gejala yang timbul pada saat mengikuti pembelajaran dan hasil kuesioner terhadap sikap dan pendapat siswa terhadap kegiatan pembelajaran.
2) Teknik persentase
Teknik ini digunakan untuk menganalisis data hasil belajar siswa berupa hasil tes yang diberikan. Analisis data diawali dengan kegiatan penskoran terhadap sejumlah pertanyaan atau soal yang diajukan. Selanjutnya skor yang diperoleh dianalisis dengan sistem penilaian agar diketahui tingkat pemahaman atau ketuntasan belajar siswa pada konsep. Rumus yang digunakan (Depdiknas, 2002a: 110) adalah:

Hasil analisis skor ini berupa nilai standar dengan skala 1 - 10 dengan batas minimal kelulusan siswa adalah nilai 6,5 atau 65% dari nilai ideal (10), yaitu taraf penguasaan minimal ketuntasan belajar secara perorangan (Depdikbud, 1994: 2). Sedangkan untuk mengetahui persentase ketuntasan belajar secara kelompok, dimana telah ditentukan sebelumnya bahwa ketuntasan belajar secara kelompok minimal 85% dari jumlah siswa, menggunakan rumus (Depdikbud, 1994: 7):



















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Pelaksanaan Tindakan Siklus I
(1) Perencanaan
Pembelajaran yang telah direncanakan pada tindakan kelas siklus I ini, akan dipersiapkan hal-hal berikut :
a. Menyusun jadwal kegiatan pembelajaran tindakan kelas siklus I pertemuan ke 1 yaitu pada tanggal 2 Juli 2009 jam ke 1 dan 2, pertemuan ke 2 tang¬gal 3 Juli 2009 jam ke 1 dan 2, dikelas I.
b. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran materi "Penjumlahan bilangan sampai dengan 20 dengan sub materi penjumlahan sampai 5 dan 10".
c. Menyiapkan LKS
d. Menyusun alat evaluasi pre test dan pos test dengan test tertulis.
(2) Pelaksanaan Tindakan
a. Tindakan Kelas Pertemuan ke 1 (2 x 35 menit)
l. Pendahuluan
a. Guru melakukan kontruktivisme pada siswa melalui bertanya kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan penjumlahan.
2. Kegiatan inti
a. guru melakukan kegiatan menentukan dan bertanya pada siswa dengan mengadakan Tanya jawab dengan siswa tentang penjumlahan sampai dengan 20 untuk menciptakan suatu masyarakat belajar siswa diperbolehkan saling berdiskusi.
b. guru melakukan pemodelan dengan cara mengajak siswa melakukan pengamatan terhadap benda-benda sekitar yang sejenis, kemudian dihubungkan dengan materi Penjumlahan sampai dengan 20
c. guru mengajak siswa berkomunikasi dengan memberi kesempatan siswa untuk mengemukan pendapatnya mengenai materi Penjumlahan sampai dengan 20
d. guru melakukan refleksi dengan memberikan tantangan kepada siswa untuk membuat kesimpulan materi.
e. Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan menyuruh siswa mengerjakan soal tes akhir
3. Penutup
a. Bersama siswa menyimpulkan yang telah dipelajari
b. Tindakan Kelas Pertemuan ke 2 (2 x 35 rnenit)
l. Pendahuluan
a. Guru melakukan kontruktivisme pada siswa melalui bertanya kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan penjumlahan.
2. Kegiatan inti
a. guru melakukan kegiatan menentukan dan bertanya pada siswa dengan mengadakan Tanya jawab dengan siswa tentang penjumlahan sampai dengan 20 untuk menciptakan suatu masyarakat belajar siswa diperbolehkan saling berdiskusi.
b. guru melakukan pemodelan dengan cara mengajak siswa melakukan pengamatan terhadap benda-benda sekitar yang sejenis, kemudian dihubungkan dengan materi Penjumlahan sampai dengan 20
c. guru mengajak siswa berkomunikasi dengan memberi kesempatan siswa untuk mengemukan pendapatnya mengenai materi Penjumlahan sampai dengan 20
d. guru melakukan refleksi dengan memberikan tantangan kepada siswa untuk membuat kesimpulan materi.
e. Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan menyuruh siswa mengerjakan soal tes akhir

3. Penutup
a. Bersama siswa menyimpulkan yang telah dipelajari
(3) Observasi dan Evaluasi (Observation)
(a) Observasi Tes Hasil belajar
Data hasil belajar siswa meliputi hasil post test pada siklus 1 berdasarkan ketuntasan individualnya seperti pada tabel berikut :
Tabel 3. Hasil Belajar Post test Siklus 1
SIKLUS NILAI HASIL POST TES
RATA-RATA NILAI KETUNTASAN KLASIKAL %
Pertemuan ke 1 63.13 37.5
Pertemuan ke 2
66.25 62.5





Gambar 2. Hasil Belajar Post test Siklus I
Pemahaman siswa pada siklus 1 dilihat dari gambar 2 menunjukkan pemahaman siswa belum mencapai ketuntasan yang telah ditetapkan secara klasikal, pertemuan ke 1 adalah: 37.5% dan pertemuan ke 2 adalah 62.5%. Nilai post test yang masih rendah ini dikarenakan siswa belum memahami hakikat pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning yang dapat memotivasi belajarnya untuk mencapai hasil belajar yang baik. Sehingga mereka tidak begitu antusias dalam belajar dan tidak menguasai sepenuhnya materi yang diajarkan. Namun dari pertemuan ke 1 dan ke 2 sudah nampak adanya peningkatan hasil belajar yang diperolehnya.
(b) Respon siswa terhadap pembelajaran dengan Contextual Teaching And Learning .
Data kuantitatif tentang respon siswa dalam pembelajaran dengan Contextual Teaching And Learning pada materi penjumlahan sampai dengan 20 dengan sub materi penjumlahan sampai dengan 5 dan 10 dapat dikategorikan cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:


















Tabel 4. Presentase Respon Siswa Terhadap KBM Siklus I
No Uraian KBM Ya % Tidak %
Apakah kamu mengerti tentang materi Penjumlahan sampai dengan 20 yang diberikan pada kegiatan belajar mengajar ini ?
Apabila kamu merasa mengerti, hal apakah yang menjadikan kamu mengerti mengikuti kegiatan belajar mengajar ini ?
• Materi pelajarannya
• Bahan tertulisnya
• Peralatan dan bahan ajarnya (LKS)
• Suasana lingkungan belajar di luar kelas/kontekstual

• Penampilan guru dalam mengajar

Apakah membuat kamu tidak mengerti, hal apakah yang membuat kamu tidak mengerti.
• Materi pelajarannya
• Bahan tertulisnya
• Peralatan dan bahan ajarnya (LKS)
• Suasana lingkungan belajar di luar kelas/kontektual

• Penampilan guru dalam mengajar 12





14
14
12
14

14



2
2
4

2

4 75





87.5
87.5
75
87.5

87.5



12.5
12.5
25

12.5

25 4





2
2
4
2

2



14
14
12

14

12 25





12.5
12.5
25
12.5

12.5



87.5
87.5
75

87.5

75
Menurut kamu, apakah kegiatan belajar mengajar seperti yang dilakukan ini baru?

Hal apakah yang menurut kamu baru dalam kegiatan belajar dengan Contextual Teaching And Learning ini?

• Materi pelajarannya
• Bahan tertulisnya
• Peralatan dan bahan ajarnya (LKS)
• Suasana lingkungan belajar di luar kelas/pendekatan lingkungan
• Penampilan guru dalam mengajar

Apakah kegiatan belajar mengajar ini menurut kamu tidak baru, hal apakah yang tidak baru dalam kegiatan belajar mengajar ini ?
• Materi pelajarannya
• Bahan tertulisnya
• Peralatan dan bahan ajarnya (LKS)
• Suasana lingkungan belajar di luar kelas/kontekstual

• Penampilan guru dalam mengajar 16





16
16
16
16

14




2
2
4

2

4 100





100
100
100
100

87.5




12.5
12.5
25

12.5

25 0





0
0
0
0

2




14
14
12

14

12 0





0
0
0
0

12.5




87.5
87.5
75

87.5

75

(4) Refleksi Tindakan Siklus I
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 2009 selesai kegiatan pembelajaran kooperatif dilaksanakan. Berdasarkan hasil tes prestasi belajar, dapat dinyatakan bahwa kegiatan pembelajaran Contextual Teaching And Learning pada siklus I belum berhasil dengan baik karena belum mencapai ketuntasan klasikal yang ditentukan.
Kegiatan pembelajaran Contextual Teaching And Learning telah terlihat lebih baik daripada pembelajaran sebelum menerapkan Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning.
Data kuisioner respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dibagikan guru pada akhir siklus I, masih ada 25% siswa belum mengerti tentang materi Penjumlahan sampai dengan 20 yang diberikan pada kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning.
Berdasarkan paparan diatas, Kegiatan pembelajaran pada siklus I ini belum berhasil dikarenakan siswa yang mendapatkan nilai > 65 kurang dari 85% dan respon siswa terhadap pembelajaran ini belum semua siswa mengerti tentang materi Penjumlahan sampai dengan 20 yang diberikan pada kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning maka pembelajaran ini perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya (Siklus II).

4.1.2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
(1) Perencanaan
Pembelajaran yang telah direncanakan pada tindakan kelas siklus II ini, akan dipersiapkan hal-hal berikut :
a. Menyusun jadwal kegiatan pembelajaran tindakan kelas siklus II pertemuan ke 1 yaitu pada tanggal 8 Juli 2009 jam ke 1 dan 2, pertemuan ke 2 tang¬gal 9 Juli 2009 jam ke 1 dan 2, dikelas I.
b. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran materi "Penjumlahan bilangan sampai dengan 20 dengan sub materi penjumlahan sampai 15 dan 20".
c. Menyiapkan LKS
d. Menyusun alat evaluasi pre test dan pos test dengan test tertulis.
(2) Pelaksanaan Tindakan
a. Tindakan Kelas Pertemuan ke 1 (2 x 35 menit)
. Pendahuluan
a. Guru melakukan kontruktivisme pada siswa melalui bertanya kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan penjumlahan.
2. Kegiatan inti
a. guru melakukan kegiatan menentukan dan bertanya pada siswa dengan mengadakan Tanya jawab dengan siswa tentang penjumlahan sampai dengan 20 untuk menciptakan suatu masyarakat belajar siswa diperbolehkan saling berdiskusi.
b. guru melakukan pemodelan dengan cara mengajak siswa melakukan pengamatan terhadap benda-benda sekitar yang sejenis, kemudian dihubungkan dengan materi Penjumlahan sampai dengan 20
c. guru mengajak siswa berkomunikasi dengan memberi kesempatan siswa untuk mengemukan pendapatnya mengenai materi Penjumlahan sampai dengan 20
d. guru melakukan refleksi dengan memberikan tantangan kepada siswa untuk membuat kesimpulan materi.
e. Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan menyuruh siswa mengerjakan soal tes akhir
3. Penutup
a. Bersama siswa menyimpulkan yang telah dipelajari


b. Tindakan Kelas Pertemuan ke 2 (2 x 35 rnenit)
. Pendahuluan
a. Guru melakukan kontruktivisme pada siswa melalui bertanya kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan penjumlahan.
2. Kegiatan inti
a. guru melakukan kegiatan menentukan dan bertanya pada siswa dengan mengadakan Tanya jawab dengan siswa tentang penjumlahan sampai dengan 20 untuk menciptakan suatu masyarakat belajar siswa diperbolehkan saling berdiskusi.
b. guru melakukan pemodelan dengan cara mengajak siswa melakukan pengamatan terhadap benda-benda sekitar yang sejenis, kemudian dihubungkan dengan materi Penjumlahan sampai dengan 20
c. guru mengajak siswa berkomunikasi dengan memberi kesempatan siswa untuk mengemukan pendapatnya mengenai materi Penjumlahan sampai dengan 20
d. guru melakukan refleksi dengan memberikan tantangan kepada siswa untuk membuat kesimpulan materi.
e. Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan menyuruh siswa mengerjakan soal tes akhir
3. Penutup
a. Bersama siswa menyimpulkan yang telah dipelajari
(3) Observasi dan Evaluasi (Observation)
(a) Observasi Tes Hasil belajar
Data hasil belajar siswa meliputi hasil post test pada siklus II berdasarkan ketuntasan individualnya seperti pada tabel berikut :




Tabel 5. Hasil Belajar Post test Siklus II
SIKLUS NILAI HASIL POST TES
RATA-RATA NILAI KETUNTASAN KLASIKAL %
Pertemuan ke 1 66.87 68.75
Pertemuan ke 2
70 87.50





Gambar 3. Hasil Belajar Post test Siklus II
Pemahaman siswa pada siklus II dilihat dari gambar 3 menunjukkan pemahaman siswa pada pertemuan 2 telah mencapai ketuntasan yang telah ditetapkan secara klasikal, pertemuan ke 1 adalah: 68.75% dan pertemuan ke 2 adalah 87.50%. Nilai post test yang cukup tinggi ini dikarenakan siswa sudah mulai memahami hakikat pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning yang dapat memotivasi belajarnya untuk mencapai hasil belajar yang baik. Sehingga mereka begitu antusias dalam belajar dan menguasai materi yang diajarkan. serta dari pertemuan ke 1 dan ke 2 sudah nampak adanya peningkatan hasil belajar yang diperolehnya.
(b) Respon siswa terhadap pembelajaran dengan Contextual Teaching And Learning .
Data kuantitatif tentang respon siswa dalam pembelajaran dengan Contextual Teaching And Learning pada materi penjumlahan sampai dengan 20 dengan sub materi penjumlahan sampai dengan 15 dan 20 dapat dikategorikan baik. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6. Presentase Respon Siswa Terhadap KBM Siklus II
No Uraian KBM Ya % Tidak %
Apakah kamu mengerti tentang materi Penjumlahan sampai dengan 20 yang diberikan pada kegiatan belajar mengajar ini ?
Apabila kamu merasa mengerti, hal apakah yang menjadikan kamu mengerti mengikuti kegiatan belajar mengajar ini ?
• Materi pelajarannya
• Bahan tertulisnya
• Peralatan dan bahan ajarnya (LKS)
• Suasana lingkungan belajar di luar kelas/kontekstual

• Penampilan guru dalam mengajar

Apakah membuat kamu tidak mengerti, hal apakah yang membuat kamu tidak mengerti.
• Materi pelajarannya
• Bahan tertulisnya
• Peralatan dan bahan ajarnya (LKS)
• Suasana lingkungan belajar di luar kelas/kontektual

• Penampilan guru dalam mengajar 16





14
14
12
14

14



2
2
4

2

4 100





87.5
87.5
75
87.5

87.5



12.5
12.5
25

12.5

25





2
2
4
2

2



14
14
12

14

12





12.5
12.5
25
12.5

12.5



87.5
87.5
75

87.5

75
Menurut kamu, apakah kegiatan belajar mengajar seperti yang dilakukan ini baru?

Hal apakah yang menurut kamu baru dalam kegiatan belajar dengan Contextual Teaching And Learning ini?

• Materi pelajarannya
• Bahan tertulisnya
• Peralatan dan bahan ajarnya (LKS)
• Suasana lingkungan belajar di luar kelas/pendekatan lingkungan
• Penampilan guru dalam mengajar

Apakah kegiatan belajar mengajar ini menurut kamu tidak baru, hal apakah yang tidak baru dalam kegiatan belajar mengajar ini ?
• Materi pelajarannya
• Bahan tertulisnya
• Peralatan dan bahan ajarnya (LKS)
• Suasana lingkungan belajar di luar kelas/kontekstual

• Penampilan guru dalam mengajar 16





16
16
16
16

16




2
2
4

2

4 100





100
100
100
100

100




12.5
12.5
25

12.5

25 0





0
0
0
0

0




14
14
12

14

12 0





0
0
0
0

0




87.5
87.5
75

87.5

75




(4) Refleksi Tindakan Siklus II
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2009 selesai kegiatan pembelajaran kooperatif dilaksanakan. Berdasarkan hasil tes prestasi belajar, dapat dinyatakan bahwa kegiatan pembelajaran Contextual Teaching And Learning pada siklus II sudah berhasil dengan baik karena sudah mencapai ketuntasan klasikal yang ditentukan.
Kegiatan pembelajaran Contextual Teaching And Learning telah meningkatkan pemahaman siswa tentang materi penjumlahan sampai 20.
Data kuisioner respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dibagikan guru pada akhir siklus I, semua siswa mengerti tentang materi Penjumlahan sampai dengan 20 yang diberikan pada kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning.
Berdasarkan paparan diatas, Kegiatan pembelajaran pada siklus II ini telah berhasil dikarenakan siswa yang mendapatkan nilai > 65 lebih dari 85% dan respon siswa terhadap pembelajaran ini semua siswa mengerti tentang materi Penjumlahan sampai dengan 20 yang diberikan pada kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning maka pembelajaran ini tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya (Siklus II).

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi dalam pembelajaran Contextual Teaching And Learning terlihat adanya peningkatan pemahaman siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel ketuntasan belajar siswa yang dalam tiap pertemuan selalu terjadi peningkatan hingga mencapai 87.5%. Demikian pula respon siswa yang memberikan respon baik terhadap pembelajaran Contextual Teaching And Learning pada materi penjumlahan bilangan sampai dengan 20.
Dari gambaran data tersebut di atas, maka dapatlah dinyatakan:
(1) Pembelajaran Contextual Teaching And Learning sebagai pendekatan yang dilakukan pada proses pembelajaran matematika pada penjumlahan bilangan sampai dengan 20 semester I pada SDN Kasai Kecamatan batumandi Kabupaten Balangan. dapat dilaksanakan dan berlangsung secara efektif sesuai yang telah direncanakan.
(2) Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa, penerapan pembelajaran Contextual Teaching And Learning dalam proses pembelajaran Matematika pada penjumlahan bilangan sampai dengan 20 semester I pada SDN Kasai Kecamatan batumandi Kabupaten Balangan.telah menunjukkan hasil yang signifikan dan sangat memuaskan, Demikian pula dengan indikator ketuntasan belajar baik secara individual maupun secara klasikal dapat tercapai.
(3) Berdasarkan hasil temuan dan refleksi tindakan pada siklus I tersebut maka ada peningkatan Pemahaman Tentang Materi Penjumlahan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching And Learning Siswa Kelas I SD Negeri Kasai Balangan Tahun Ajaran 2009/2010.
(4) Berdasarkan angket respon siswa menunjukan 100% dari 16 siswa menyatakan mengerti tentang materi Penjumlahan bilangan Sampai dengan 20 yang diberikan pada kegiatan belajar mengajar dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
(1) Pendekatan Contextual Teaching And Learning dapat meningkatkan pemahaman belajar siswa pada materi Penjumlahan bilangan Sampai dengan 20.
(2) Sikap siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning pada materi Materi Penjumlahan bilangan Sampai dengan 20 mendapat respon yang baik.

5.2 Saran
Berdasarkan pada hasil diatas saran yang diajukan oleh peneliti sebagai guru matematika adalah:
(1) Dengan hasil penelitian maka pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning sebaiknya digunakan dalam pembelajaran matematika.
(2) Setiap materi yang berhubungan dengan tentang Penjumlahan bilangan Sampai dengan 20 sebaiknya menggunakan Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning karena sudah terbukti meningkatkan pemahaman siswa.
(3) Guru hendaknya bisa mempertahankan ataupun meningkatkan kegiatan pembelajaran sehingga respon siswa terhadap pembelajaran yang baik
DAFTAR PUSTAKA

Ali,Mohamad.1984. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Arikunto. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Sinar Grafika.

Bandono.2008.http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl.(diakses 30 maret 2009)

Corebima,D.,Ibrahim,M.,Pratiw-i,R.,Raharjo.,Rachmadiarti,F.,Indana,S.,susilo,H., Muidi,F.,Leonita.,dan Suparno,G.2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis kompetensi Guru mata Pelajaran Matematika (Pembelajaran Kontekstual). Jakarta: Direktorat SD.

Djaelani,Haryono, 2008. Matematika untuk SD/MI Kelas .1 . Jakarta:Depdiknas.

Humaidi Syukeri. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Banjarmasin:Disdik Prop.Kalsel.

Nurhadi dan Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya Malang: UMPRESS.

Nazir. M, 1990. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia:

Sardiman A.M. 2001. Interaksi & Motivasi Belajar mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sumadi. 2002. Prinsip Penyusunan Perangkat pembelajaran dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning. Jakarta: Depdiknas.













PENINGKATAN PEMAHAMAN TENTANG MATERI PENJUMLAHAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
SISWA KELAS I SD NEGERI KASAI BALANGAN TAHUN AJARAN 2009/2010


PROPOSAL
Untuk memenuhi persyaratan melakukan penelitian
Dalam rangka penulisan skripsi

Oleh :
HELDAWATI
NPM : 306.05.23.089







SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
( STKIP PGRI ) BANJARMASIN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
2009
PENINGKATAN PEMAHAMAN TENTANG MATERI PENJUMLAHAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
SISWA KELAS I SD NEGERI KASAI BALANGAN TAHUN AJARAN 2009/2010

Oleh :
HELDAWATI
NPM : 306.05.23.089

Disetujui oleh pembimbing untuk melakukan penelitian dalam rangka penulisan skripsi pada tanggal …………..

Pembimbing I Pembimbing II


Drs.Hidayah Ansori,M.Si Dra.Hj.Zahra Chairani,M.Pd
NIP.132002861 NIP.130355570


Mengetahui ,
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika


Benny Nawa Trisna, M.Pd
NIP.132312251




• About
• Curriculum Vitae
• Formulir Kontak
• Forum Diskusi
Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)
Jumat Wage, 7 Maret 2008 — Pendidikan
Pengertian
Contextual Teaching And Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Rasional
Dalam Contextual Teaching And Learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Pemikiran Tentang Belajar
Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar; tugas guru mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Pentingnya lingkungan belajar; siswa bekerja dan belajar secara di panggung guru mengarahkan dari dekat.
Hakekat
Komponen pembelajaran yang efektif meliputi:
Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
Penerapan CTL dalam pembelajaran
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa











SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP PGRI) BANJARMASIN
Jln.Sultan Adam Komp. H.Iyus no.18 telp.(0511)360023 Banjarmasin
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KARTU KONSULTASI SKRIPSI
Nama : HELDAWATI
NPM : 306.05.23.089
Jurusan/Angkatan: Pendidikan Matematika / 2005
Jenjang : S1
Pembimbing I : Drs.Hidayah Ansori,M.Si
Judul : PENINGKATAN PEMAHAMAN TENTANG MATERI PENJUMLAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS I SD NEGERI KASAI BALANGAN TAHUN AJARAN 2009/2010

Tanggal Materi konsultasi Keterangan /Catatan Tanda Tangan
Dosen Pembimbing
(1) (2) (3) (4) (5)







































(1) (2) (3) (4) (5)





























Catatan:
1. Setiap konsultasi kartu ini harus dibawa oleh mahasiswa yang bersangkutan.
2. Setiap kartu konsultasi hanya berlaku 1 (satu) periode.
3. Apabila konsultasi habis, sedangkan mahasiswa yang bersangkutan belum selesai konsultasi, maka harus segera melaporkan diri ke bagian pengajaran
4. setiap mahasiswa tidak diperkenankan pindah dosen pembimbing
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP PGRI) BANJARMASIN
Jln.Sultan Adam Komp. H.Iyus no.18 telp.(0511)360023 Banjarmasin
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KARTU KONSULTASI SKRIPSI
Nama : HELDAWATI
NPM : 306.05.23.089
Jurusan/Angkatan: Pendidikan Matematika / 2005
Jenjang : S1
Pembimbing II : Dra.Hj.Zahra Chairani,M.Pd
Judul : PENINGKATAN PEMAHAMAN TENTANG MATERI PENJUMLAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS I SD NEGERI KASAI BALANGAN TAHUN AJARAN 2009/2010

Tanggal Materi konsultasi Keterangan /Catatan Tanda Tangan
Dosen Pembimbing
(1) (2) (3) (4) (5)







































(1) (2) (3) (4) (5)





























Catatan:
1. Setiap konsultasi kartu ini harus dibawa oleh mahasiswa yang bersangkutan.
2. Setiap kartu konsultasi hanya berlaku 1 (satu) periode.
3. Apabila konsultasi habis, sedangkan mahasiswa yang bersangkutan belum selesai konsultasi, maka harus segera melaporkan diri ke bagian pengajaran
4. setiap mahasiswa tidak diperkenankan pindah dosen pembimbing

Rabu, 24 Februari 2010

INSTANSI YANG MENANGANI MASALAH PELAYANAN MASYARAKAT DI KOTA BANJARMASIN DIMINTA MENIRU MODEL PELAYANAN DI KABUPATEN BALANGAN

Permintaan ini dikemukakan Ketua Komisi I DPRD Kota Banjarmasin, Eddi Yusuf kepada Abdi Persada FM kemarin. Karena berdasarkan hasil kunjungan mereka ke Balangan baru-baru ini, di sana tidak didapati petugas pelayanan yang arogan dan tidak ramah kepada masyarakat. Padahal di Balangan masyarakat yang dihadapi merupakan warga desa, yang kebanyakan kurang mengerti birokrasi.
Di Balangan juga tidak ditemukan praktik percaloan dan pemerasan dari oknum aparat pemerintah. Menurut Eddy Yusuf di Banjarmasin seperti penerapan pelayanan perijinan terpadu, masih ditemukan beberapa keluhan warga kota Banjarmasin, yang kecewa dengan pelayanan yang diberikan. Begitu juga adanya ulah oknum yang arogan dalam pembuatan KTP dan KK. (FITRI AP FM)

http://radioabdipersada.com/v1/?p=1326

Kamis, 21 Januari 2010

Contoh Skripsi Pendidikan IPA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Jenjang pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Menurut Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 17 ayat 1 dan 2, Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain sederajat (Depdiknas, 2006:82).
Materi Energi alternatif dan cara penggunaannya bukanlah materi yang sukar, tetapi menjadi tidak mudah apabila ketika diberikan secara langsung kepada siswa dengan menggunakan penyampaian secara konseptual saja atau dengan menggunakan metode ceramah, oleh karena itu perlu dicoba dengan mengunakan model kooperatif tipe STAD. Karena model kooperatif tipe STAD memiliki kelebihan antara lain: Dalam penelitian digunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD karena memiliki keunggulan yakni:
a. Membantu siswa mempelajari isi materi pelajaran yang sedang dibahas.
b. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya.
c. Menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama.
d. Menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi serta menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya.
(Purwanti, 2008 : 27)
Dalam era global, teknologi telah menyentuh segala aspek pendidikan sehingga, informasi lebih mudah diperloleh, hendaknya siswa aktif berpartisipasi sedemikian sehingga melibatkan intelektual dan emosional siswa didalam proses belajar. Hasil belajar disini berarti hasil belajar mental walaupun untuk maksud ini sedapat mungkin dipersyaratkan keterlibatan langsung hasil belajar fisik dan tidak nya berfokus pada satu sumber informasi yaitu guru yang hanya mengandalakan satu sumber komunikasi. Seringnya rasa malu siswa yang muncul untuk melakukan komunikasi dengan guru, membuat kondisi kelas yang tidak aktif sehingga berpulang pada rendahnya prestasi belajar siswa. Maka perlu adanya usaha untuk menimbulkan hasil belajar dengan mengadakan komunikasi yaitu guru dengan siswa dan siswa dengan rekannya. Salah satu pembelajaran yang ditawarkan adalah kooperatif tipe STAD.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu diadakan Penelitian yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar siswa terhadap konsep energi alternatif pada pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD di Kelas IV SDN Kaladan Kecamatan Paringin Selatan Kabupaten Balangan”.



1.2. RUMUSAN MASALAH
Sehubungan dengan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu :
a. Bagaimanakah Respon siswa Kelas IV SDN Kaladan Tentang Energi alternatif dan cara penggunaannya dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD ?
b. Bagaimanakah meningkatkan Hasil belajar siswa SD N Kaladan Tentang Energi alternatif dan cara penggunaannya dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD ?

1.3. RENCANA PEMECAHAN
Dari perumasan masalah diatas, maka masalah-masalah tersebut dibatasi pada:
1. Hasil belajar siswa Kelas IV setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD.
2. Aktivitas siswa dan guru selama kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD.
3. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD.

1.4. TUJUAN PENELITIAN
Adapun penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui respon siswa kelas IV SDN Kaladan Tentang Energi alternatif dan cara penggunaannya menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD.
2. Meningkatkan Hasil belajar siswa Kelas IV IPA SDN Kaladan Tentang Energi alternatif dan cara penggunaannya dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD .

1.5. MANFAAT PENELITIAN
Dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1) Bagi siswa, yaitu dapat meningkatkan hasil belajar, khususnya terhadap materi Tentang Energi alternatif dan cara penggunaannya.
2) Bagi sekolah, yaitu meningkatkan kualitas PBM di Sekolah dan tingkat kelulusan Sekolah.
3) Bagi guru, yaitu sebagai bahan informasi dan bahan kajian untuk dapat meningkatkan kemampuan mengajar.
4) Bagi peneliti, merupakan pengalaman berharga dalam pengembangan keilmuan untuk selanjutnya dapat digunakan dalam pembelajaran apabila terjun langsung sebagai pendidik.










BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Belajar
Menurut Slameto (1995 : 66) belajar adalah proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan sesama. Berdasarkan pengamatan dalam proses pembelajaran IPA tentang Energi alternatif dan cara penggunaannya, penyampaian konsep IPA masih menekankankan pada konsep yang ada dalam buku yang dijadikan sebagai sumber belajar saja. Pola pembelajaran seperti ini sudah tidak sesuai lagi dan tidak akan merangsang pola berpikir anak. Salah satu pernbelajaran yang dapat merangsang pola pikir anak adalah pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD. (Yulihoney, 2009 : 3)
2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya eksternal. Prestasi belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil interaksi berbagai faktor tersebut. Oleh karena itu, pengenalan guru terhadap faktor yang dapat mempenguhi belajar siswa penting sekali artinya dalam rangka membantu siswa mencapai prestasi belajar yang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Adapun faktor-faktor yang dimaksud menurut Purwanto (2002 : 34) meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual, dan
2. Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial
Yang termasuk dalam faktor individual antara lain : faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial.
2.3. Model Pembelajaran
a. Model Pembelajaran Langsung
Model Pembelajaran Langsung adalah Model Pembelajaran penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Model Pembelajaran ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa. Dalam pengajaran yang menggunakan Model Pembelajaran langsung terdapat unsur paksaan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu. Padahal dalam diri siswa terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak disamping menerima informasi dari guru. Inilah yang disebut kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan diri.
b. Model Pembelajaran berdasarkan masalah
Model Pembelajaran berdasarkan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan. Dalam pendekatan ini ada dua versi. Versi pertama siswa dapat menerima saran tentang prosedur yang digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Versi kedua, hanya masalah yang dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan membantu memberi petunjuk.
c. Model Pembelajaran kooperatif
Dalam Model Pembelajaran ini terjadi interaksi antar anggota kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Semua anggota harus turut terlibat karena keberhasilan kelompok ditunjang oleh aktivitas anggotanya, sehingga anggota kelompok saling membantu.
Pendekatan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah IPA adalah dengan pendekatan kooperatif. Pembelajaran kooperatif ada beberapa jenis antara lain Ada lima ( 5 ) tipe/variasi dalam model pembelajaran kooperatif ini, yaitu: (1) Student Teams-Achievement Division (STAD) (2) Teams Games¬Tournaments (TGT) (3) Jigsaw (4) Think-Pair-Share (TPS) dan (5) Numbered Head an together (NHT).
. (Cecep, 2008 : 6)
2.4. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan pembelajaran artinya belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran dan mempunyai ciri-ciri, manfaat, keterampilan-keterampilan serta tipe-tipenya yaitu student team achievement divisons (STAD), team games tournament (TGT), jigsaw, penyelidikan kelompok, think pair share dan numberel head together
STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dimana siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat Hasil belajar, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dimana pada saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat Hasil belajarnya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran IPA.
(http://www.trisnimath.blogspot.com)
Langkah- Langkah kegiatan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD adalah sebagai berikut:
a. kegiatan pendahuluan
 guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dan mempresensi kehadiran siswa
 guru memberikan motivasi kepada siswa dengan bertanya Aktifitas ekonomi apa saja yang dilakukan setiap hari oleh masyarakat di desamu?
b. Kegiatan inti '
 guru menuliskan topik pada papan tulis dan menyampaikan indikator pencapaian belajar
 guru membentuk kelompok secara heterogen
 guru memberikan lembar kerja siswa kepada semua kelompok dan memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota mengerti
 guru memberi pertanyaan kepada seluruh siswa, pada saat menjawab tidak boleh saling membantu
C. Kegiatan penutup
 guru mengevaluasi dengan memberikan kuis / pertanyaan
 guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran
(Habibatul Hairiah, 2008 : 11)
2. 5. Materi Energi Alternatif
Energi Alternatif
1. Berbagai Sumber Energi Alternatif
Sesungguhnya, alam menyediakan berbagai energi alternatif yang tidak akan habis. Energi alternatif itu antara lain dapat diperoleh dari matahari, angin, air, dan panas bumi.
a. Matahari
Matahari merupakan sumber energi terbesar bagi bumi. Energi yang diberikan matahari berupa energi panas dan energi cahaya. Energi panas dan energi cahaya matahari dapat langsung kita gunakan. Energi matahari dapat pula diubah dulu menjadi energi listrik, baru kemudian dipakai untuk menjalankan berbagai peralatan sehari-hari.
Energi cahaya matahari menerangi bumi di siang hari. Energi cahaya ini dapat langsung kita nikmati. Bumi menjadi terang benderang sehingga kita tidak perlu menyalakan lampu. Tumbuhan hijau juga memanfaatkan energi cahaya untuk membuat makanannya.
Energi cahaya matahari dapat juga diubah dulu menjadi listrik. Cahaya matahari diubah menjadi listrik oleh alat yang disebut sel surya. Sel surya dibuat dari lembaran silikon tipis. Bagian atas lembaran itu dibuat dari silikon yang sedikit berbeda dengan bagian bawah lembaran. Saat cahaya matahari jatuh mengenainya, terjadi arus listrik yang mengalir lewat kawat yang menghubungkan bagian atas dengan bagian bawah. Saat ini, sel surya mulai dicoba untuk menggerakkan mobil dan pesawat terbang bertenaga matahari.
Energi panas matahari dapat dimanfaatkan langsung, misalnya sebagai pemanas air di rumah. Panas matahari dikumpulkan dalam suatu alat yang disebut panel surya. Panel surya biasanya diletakkan di atas atap rumah. Di tempat itu, panel surya dapat menangkap panas matahari dengan lebih baik. Panel surya tersusun dari lapisan kaca, lapisan tembaga, dan pipa. Lapisan kaca merupakan bagian luar (atas). Di bawahnya ada lapisan tembaga yang dicat hitam. Tembaga merupakan penghantar panas yang baik. Demikian pula, warna hitam adalah warna yang paling kuat menyerap panas. Panas yang dikumpulkan lapisan ini akan memanaskan rangkaian pipa di bawahnya. Di dalam pipa ini ada cairan. Cairan itu ikut menjadi panas. Dengan bantuan pompa, cairan itu mengalir ke arah tertentu. Aliran panas dari cairan ini memanaskan air dalam tangki. Dengan demikian, air dalam tangki pun seluruhnya menjadi panas.
b. Angin
Angin yang sangat besar dapat membawa bencana. Akan tetapi, jika tenaga angin dimanfaatkan, tentu dapat menolong manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tenaga angin sudah dimanfaatkan orang sejak zaman dahulu. Kapal layar dapat berkeliling dunia dengan hanya menggunakan energi angin. Tenaga angin juga digunakan untuk menjalankan mesin penggiling jagung dan pompa air. Kincir angin tradisional juga masih dapat ditemui di Negeri Belanda.
Saat ini, tenaga angin dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Alat yang menghasilkan listrik dari tenaga angin ini disebut juga aerogenerator. Generator ini pada umumnya berbentuk menara. Pada puncak menara dipasang kincir atau baling-baling. Baling-baling berputar saat diterpa angin. Panjang baling-baling ada yang mencapai 20 meter. Perputaran baling-baling inilah yang menyebabkan generator menghasilkan listrik.
Aerogenerator ini dipasang di lapangan terbuka yang sangat luas. Jumlah aerogenerator yang dipasang sangat banyak. Semakin banyak aerogenerator, semakin besar energi listrik yang dihasilkan.
c. Air
Air selalu mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Aliran air ini dapat digunakan sebagai sumber energi. Aliran air yang sangat deras merupakan sumber energi gerak. Energi gerak ini dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Aliran air yang makin banyak dan deras menghasilkan listrik yang makin besar.
Pada stasiun pembangkit listrik tenaga air, air biasanya dibendung sehingga per¬mukaannya menjadi tinggi. Stasiun pem bangkit listrik tenaga air biasanya dibangun di wilayah perbukitan yang sering terjadi hujan. Air yang dibendung, posisinya jauh lebih tinggi daripada stasiun pembangkit listriknya. Air yang dibendung ini lalu dialirkan melalui terowongan yang menurun. Aliran air tersebut memutar turbin yang dihubungkan dengan generator. Generator yang berputar menghasilkan energi listrik.
d. Panas bumi
Bumi yang berbentuk seperti bola, sesungguhnya tersusun dad beberapa lapisan. Pusat bumi terbentuk dari lapisan batuan yang sangat panas. Hal ini menunjukkan bahwa bumi merupakan sumber energi panas yang sangat besar.
Di beberapa tempat, sumber energi panas ini cukup dekat ke per¬mukaan bumi sehingga orang memanfaatkan tenaga panas bumi ini. Air yang mengalir ke dalam tanah akan kembali ke permukaan sebagai uap air yang memancar. Air panas ini disebut juga geyser.
Tenaga panas bumi digunakan untuk menghasilkan listrik. Proses yang terjadi di stasiun pembangkit listrik tenaga uap dapat kamu pelajari Air dingin dari permukaan dipompa dan dialirkan melalui pipa ke dalam tanah hingga ke lapisan batuan panas. Saat sampai di sana, air langsung mendidih dan berubah menjadi uap air panas. Uap panas ini memutar turbin. Turbin kemudian memutar gene¬rator sehingga listrik dihasilkan. Matahari, angin, air, dan panas bumi rnerupakan sumber energi alternatif.
2. Keuntungan Penggunaan Energi Alternatif
Semua yang ada di bumi ini memiliki keuntungan dan kerugian. Hal ini juga terjadi dalam pemanfaatan sumber energi. Sumber energi dari bahan bakar fosil memiliki keuntungan sebagai berikut. -
1. Tidak dibutuhkan biaya terlalu besar untuk mendapatkannya. Bahkan di beberapa bagian bumi, batu bara dapat diperoleh hanya dengan mengeruk batuan di permukaan bumi.
2. Penggunaan bahan bakar fosil lebih mudah. Misalnya, bensin tinggal dituang ke tangki bensin untuk menggerakkan mobil. Minyak tanah dapat langsung digunakan untuk menyalakan lampu.
Sementara kerugian penggunaan bahan bakar fosil antara lain sebagai berikut.
1. Lama-kelamaan, bahan bakar fosil akan habis jika digunakan terus-menerus.
2. Bahan bakar fosil dapat mencemari lingkungan karena adanya gas racun sisa pembakaran, misalnya karbon monoksida. Gas-gas buangan ini mencemari lingkungan.
Sumber energi alternatif memiliki keuntungan sebagai berikut.
1. Sumber energi alternatif dapat terus digunakan karena tidak akan habis. Matahari, air, angin, dan panas bumi terus memberikan energinya sepanjang masa.
2. Energi yang dihasilkan oleh sumber energi alternatif sangat besar. Contohnya energi yang terkandung dalam cahaya matahari yang jatuh di jalan raya di seluruh Amerika Serikat dalam setahun, besarnya dua kali lipat energi yang dapat dihasilkan dari penggunaan batu bara dan minyak bumi di seluruh dunia dalam setahun.
3. Energi alternatif tidak mencemari lingkungan karena tidak menghasilkan zat-zat buangan ke lingkungan.
Sementara kesulitan dalam pemanfaatan energi alternatif antara lain sebagai berikut.
1. Dibutuhkan biaya yang besar untuk dapat memanfaatkan energi alter¬natif. Misalnya, untuk membuat Stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Air perlu dibuat bendungan besar lebih dulu. Hal ini tentu membutuhkan biaya besar.
2. Dibutuhkan teknologi tinggi untuk mengubah energi alternatif menjadi bentuk energi yarig dapat digunakan. Misalnya, para ahli harus dapat membuat alat yang dapat menembus batuan panas di pusat bumi. Padahal, suhu yang tinggi dapat membakar pipa pengebor.
3. Tersedianya energi alternatif dipengaruhi oleh musim. Saat musim kemarau panjang, misalnya, volume air di bendungan menyusut. Akibatnya, energi listrik yang dihasilkan juga berkurang.
Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan energi alternatif jauh lebih besar dibandingkan dengan kesulitan dalam pemanfaatannya.
(Haryanto, 2007 : 161-167)

2.6. KERANGKA BERFIKIR
Dengan model pembelajaran dan pendekatan yang lainnya hasil pembelajaran IPA kela IV SDN Kaladan Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan belum mencapai nilai maksimal, karena sebagian siswa tidak begitu aktif dan termotivasi mengikuti proses belajar.

2.7. HIPOTESIS
Berdasarkan landasan teori, maka hipotesis penelitian ini adalah: Ada peningkatan pemahaman materi Energi alternatif dan cara penggunaannya pada siswa kelas IV SDN Kaladan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. DESAIN PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini didesain seperti berikut :









Bagan Penelitian Tindakan Kelas
( Suhardjono, 2008 : 74)
Pada pelaksanaan desain penelitian diatas, penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus sehingga didapat solusi yang terbaik sesuai dengan perencanaan awal. Setiap siklus terdiri dari beberapa langkah berikut : (1) Perencanaan, kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah membuat skenario pembelajaran pada pokok bahasan Energi alternatif dan cara penggunaannya, merancang LKS, menyiapkan lembar observasi dan menyiapkan alat bantu yang diperlukan dalam mengajar. (2) Pelaksanaan Tindakan, pada tahap ini melaksanakan skenario pembelajaran dan rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya dalam tahap perencanaan, (3) Observasi, dilakukan dengan mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan terhadap subyek penelitian (siswa), dan merekam segala aktivitas yang berlangsung selama pembelajaran.(4) Refleksi, merupakan gambaran dari hasil pelaksanaan tindakan, baik pada siklus I, II, dan seterusnya. Pada tahap ini peneliti mengkaji dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan serta memperbaiki rencana tindakan untuk diterapkan pada siklus berikutnya.

3.2. SETTING PENELITIAN
Setting penelitian ini adalah siswa Kelas IV SDN Kaladan Tahun Pelajaran 2009/2010 Semester.2 yaitu siswa Kelas IV sebanyak 11 orang. Keseluruhan siswa tersebut dibagi menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 2 orang siswa dan 3 orang siswa Pada mata pelajaran IPA.

3.3. FAKTOR YANG DITELITI
Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah
1. respon siswa kelas IV SDN Kaladan Tentang Energi alternatif dan cara penggunaannya menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD.
2. Hasil belajar siswa Kelas IV IPA SDN Kaladan Tentang Energi alternatif dan cara penggunaannya dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD .

3.4. SKENARIO TINDAKAN
Metode penelitian ini adalah merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam Penelitian Tindakan Kelas IV peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan.



1. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas
Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas untuk siklus pertama dan dua dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Rencana Tindakan
Sebelum dilaksanakan penelitian perlu dilakukan berbagai persiapan hingga semua komponen yang direncanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah persiapan yang perlu ditempuh adalah :
1) membuat rencana atau skenario pembelajaran siklus I dan siklus II yang berisi langkah-langkah yang dilakukan guru dan bentuk kegiatan yang dilakukan siswa.
2) Mempersiapkan sarana pendukung kegiatan belajar mengajar,
3) Membuat lembar observasi untuk merekam pelaksanaan tindakan.
2. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang direncanakan.
3. Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan yaitu Penggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD dalam upaya peningkatan pemahaman siswa kelas IV SDN Kaladan tentang Energi alternatif dan cara mencontohkan benda-benda yang bisa di buat Energi alternatif dan cara penggunaannya dengan yang didukung dengan penggunaan lembar observasi yang telah dibuat, baik lembar observasi



untuk guru seperti lembar observasi pengelolaan pembelajaran untuk siklus I dan II dan lembar observasi terbuka serta lembar observasi sistematis siklus I dan II siklus I dan II dan untuk siswa lembar observasi terstruktur siklus I dan II, format pengamatan aktivitas siswa dalam KBM siklus I dan II dan presentasi respon siswa terhadap KBM siklus I dan II.
4. Refleksi
Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis. Hasil dari observasi guru dapat merefleksi diri dengan melihat data observasi sehingga dapat melakukan perbaikan guna perencanaan berikutnya apakah kegiatan yang telah dilakukan telah dapat meningkatkan kemampuan siswa tentang Energi alternatif dan cara penggunaannya dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD.

3.5. CARA PENGGALIAN DATA
a. Jenis dan Sumber Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lembar observasi guru dalam pembelajaran Energi alternatif dan cara penggunaannya dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD.
2. Lembar observasi siswa dalam pembelajaran Energi alternatif dan cara penggunaannya dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD
3. Angket siswa terhadap kegiatan belajar mengajar dalam pembelajaran tentang Energi alternatif dan cara penggunaannya dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif STAD
4. Soal tes awal siklus I dan soal test akhir siklus II.

b. Teknik Pengumpulan Data
1. Data kuantitatif berupa data hasil belajar yang diambil dari tes awal dan tes akhir.
2. Data kualitatif berupa data hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dan angket.
c. Teknik Analisis Data
Ada dua data yang diperoleh yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Untuk data kuantitatif berupa hasil observasi siswa maupun guru dianalisa dengan secara naratif. Data kuantitatif yang berupa post tes dianalisa teknik presentase. Hal ini berguna untuk menentukan ketuntasan belajar secara individual dan klasikal.



3.6. INDIKATOR KEBERHASILAN
Kriteria ketuntasan belajar
1. Ketuntasan individual, jika mencapai ketuntasan lebih dari 65.
2. Ketuntasan klasikal, jika lebih dari 85 % dari seluruh siswa mencapai ketuntasan lebih dari 65.